Kamis, 07 Januari 2010

Si Kecil Terakhir

" ENGGAK mau, pokoknya Didi enggak mau keluar kamar kalau ibu masih pilih kasih,” teriaknya dalam kamar.

Ibu Sinta hanya geleng – geleng kepala. Sebab, tidak biasanya Didi ngambek sampai mengunci diri dalam kamar seperti ini. Ibu Sinta kemudian kembali memanggil kedua kakak Didi untuk membantu membujuknya keluar dari kamar. Tetapi meski dibujuk – bujuk, Didi tidak bergeming dari kamar.


“Didi mau keluar dari kamar kalau ibu dan kakak mau nurutin satu syarat yang Didi ajukan!” Setelah ibu dan kedua kakaknya berjanji mau menuruti syarat itu, Didi pun keluar dari kamar.

“Sekarang apa syarat itu sayang?” Tanya ibu sambil membelai kepala Didi. Didi pun mengutarakan keinginannya agar ibu tidak selalu menyuruhnya membeli bumbu keperluan ke warung di depan rumah atau mengantar titipan ke rumah Bude Rin yang jauh. Padahal, Kak Tia dan Kak Fajar kan juga bisa disuruh.

Bu Sinta tersenyum mendengar penuturan anak bungsunya itu.


Kemudian, Bu Sinta mau menuruti permintaan Didi dan mengusulkan agar Didi bertukar tugas dengan kakak perempuannya. Kakaknya sekarang disuruh ibu pergi ke warung dan mengantar kalau ada tititpan, sedangkan Didi mengerjakan tugas yang biasa dikerjakan kakaknya.

Didi memang tahu kakak perempuannya itu tidak pernah membantu ibu di rumah langsung mengangguk menyetujui.


“Jadi pergantian tugas ini, berlaku mulai besok ya?” tanya Kak Tia bersemangat. Wajahnya riang kelihatan seperti mendapat hadiah.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul delapan pagi. Didi yang sedang enak – enakan bermain mobil – mobilan di kamar dipanggil ibunya dari dapur.

Dengan bersungut – sungut karena acara bermainnya terganggu, Didi dengan ogah – ogahan berjalan menuju dapur menemui ibunya.


Didi bertanya ada apa ibu memanggilnya. Tetapi bukan jawaban yang ditemuinya, tapi ibunya menyuruhnya membersihkan peralatan makan sisa sarapan tadi pagi. Didi berusaha menolak dan menagih janji ibunya yang tidak akan menyuruh – nyuruhnya lagi.
Tetapi, melihat ibunya yang menatapnya tajam marah, Didi dengan hati dongkol segera menuruti dan mencuci piring – piring kotor itu. Selesai semua, Didi berniat kembali ke kamarnya untuk meneruskan bermain.

Tetapi ibunya kembali memanggil dan memerintahnya menyapu bagian dalam rumah.


Dengan berat hati, Didi melaksanakan perintah itu karena badannya sudah capek habis mencuci dan masih disuruh menyapu rumah yang begitu luas. Padahal, selama ini belum pernah dia melakukannya.



“Bu, Didi kemarin kan minta tukar tugas sama Kak Tia, kok Didi malah dapat tugas yang lebih berat,” protes Didi sambil memijit – mijit tangannya yang capek.


Ibu menjawab dengan menerangkan bahwa pekerjaan mencuci piring kotor dan menyapu rumah itulah tugas Kak Tia dan Kak Fajar tiap hari bergantian. Didi hanya melongo. “Jadi, tugas Kak Tia dan Kak Fajar berat banget ya,” bisik hatinya.


Bersamaan dengan itu, kedua kakaknya pulang dari sekolah, kebetulan sekolah mengadakan rapat dewan guru jadi mereka pulang pagi. Ibu menyuruh Kak Tia membeli bumbu di warung untuk masak nanti sore. Tetapi Didi segera merebut uang yang akan diserahkan kepada Kak Tia.


“Biar Didi aja ya. Kak, mulai ini kita tukaran tugas lagi,” teriaknya sambil berlari kea rah warung depan rumah. “Hem . . . enakkan tugas ini, uang kembalinnya bisa buat jajan,” gumamnya Didi sambil membuka bungkus jajan yang baru dibelinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar